Entri yang Diunggulkan

Kapal selam Nanggala-402

Gambar
MENGAPA AWAK KAPAL SELAM TIDAK BERUSAHA KELUAR MENYELAMATKAN DIRI Untuk mengetahui jawabannya, mari kita lebih dulu diskusi perihal tekanan udara, ya Tekanan udara diukur dalam satuan Atm (Atmosfer). Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti sekaligus menekan permukaan Bumi, termasuk permukaan lautan. Karena kita hidup dipermukaan bumi, Maka dikehidupan sehari-hari, tubuh kita mendapat tekanan udara sebesar 1 atm. 1atm = 1,033 Kg/Cm2. Artinya = Lapisan Atmosfer Bumi akan menekan setiap satu sentimeter persegi permukaan tubuh kita dengan tekanan seberat 1 Kilogram, lebih dikit. Dan tekanan maksimal yang mampu diterima manusia adalah antara 4-5 atm. Di laut,  tekanan 1 atm akan dialami disetiap kedalaman 10 meter. Jadi jika di laut kita menyelam sedalam 10 meter maka tubuh kita akan mengalami tekanan sebesar 2 atm Perinciannya sbb = 1 atm tekanan atmosfer Bumi diatas permukaan laut + 1 atm tekanan air laut dikedalaman 10 meter dibawah permukaan laut. Anggaplah KRI Nanggala-402 memil

Artikel Kiai Haji Hasyim Asy’ari lahir dari keluarga pesantren

Kiai Haji Hasyim Asy’ari lahir dari keluarga pesantren. 

Tepatnya, dia dilahirkan di Gedang Jombang pada hari selasa 24 Dzuhijjah 1287 H./

14 Februari 1871 M. 

Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, 

seorang Ulama Kiai Hasyim Asy’ari yang berasal dari Demak. 

Dan ibunya Nyai Halimah, putri Kiai Usman pengasuh pesantren Gedang.

Sejak kecil dia hidup di lingkungan pesantren hingga berusia enam tahun. 

Lalu diajak ayahnya yang mendirikan pondok pesantren di Keras. 

Di sinilah Hasyim kecil mulai menerima pelajaran dasar-dasar keagamaan yang diberikan ayahnya sendiri.

Disana dirinya juga dapat melihat secara langsung bagaimana ayahnya membina dan mendidik para santri. 

Hasyim hidup menyatu bersama santri.

Dia mampu menyelami kehidupan santri yang penuh kesederhanaan dan kebersamaan. Semua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. 

Hal itu ditunjang pula oleh kecerdasannya yang memang brilian.

Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. 

Karena kepandaian yang dimilikinya, 

dirinya diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren. 

Lantaran merasa tak puas dengan ilmu yang diterimanya, 

maka saat berusia 15 tahun dirinya mulai berkelana dari pesantren satu ke pesantren lainnya.

Mulai dari pondok pesantren Wonokoyo Probolinggo, 

pesantren Pelangitan Tuban, 

pesantren Trenggilin Semarang, 

pesantren di Madura, Pesantren Demangan,

dan terakhir di pesantren Siwalan Surabaya.

Setelah menetap dua tahun di sini, 

oleh Kiai Ya’kub pengasuh pesantren Siwalan dirinya dinikahkan dengan putrinya.

Pada tahun 1892, 

anak ketiga dari sebelas bersaudara ini berangkat ke tanah suci dan menetap selama 7 tahun. 

Di Makkah dia belajar pada para Ulama’ yang terkenal di sana. 

Seperti Syekh Ahmad Amin al-Athar, 

Syekh Ibrahim Arab, 

Syekh Rahmatullah, 

Syekh Sa’id Yamani, 

Syekh Sholeh Bafadhol, 

dan Syekh Sultan Hasyim Daghastani.

Selain itu juga berguru kepada para Sayyid:

seperti Sayyid Ahmad Zawawi, 

Sayyid Sultan ibn Hasyim, 

Sayyid Abbas al-Maliki, 

Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas, 

Sayyid Alwi al-Segaf, 

Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi, 

dan Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu menjadi Mufti di Makkah. 

Selain belajar kepada ulama Hijaz, 

beliau juga berguru kepada Ulama’ Indonesia sendiri yang mengajar disana. 

Seperti Syekh Syuaib bin Abdurrahman, 

Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi 

dan Syekh Mahfuz al-Tarmisi asal Jawa Timur.

Karena ilmunya dinilai mumpuni, 

Kiai Hasyim Asy’ari dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram – bersama tujuh ulama Indonesia lainnya. 

Di sana beliau mempunyai banyak murid dari berbagai negara.

Di antaranya ialah 

Syekh Sa’dullah al-Maimani (Mufti di Bombay India), 

Syekh Umar Hamdan (ahli hadits di Mekkah),

Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria), 

KH. Abdul Wahhab Hasbullah (Tambakberas Jombang), 

K.H.R. Asnawi (Kudus), 

KH. Dahlan (Kudus), 

KH. Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), 

KH. Shaleh (Tayu). dll.

Setelah mengantongi berbagai disiplin ilmu keislaman 

mulai ilmu tafsir, ilmu hadits, teologi, fiqh, tasawuf dan sebagainya, 

dirinya kembali ke Indonesia. 

Di sinilah dirinya mulai berjuang mengembangkan masyarakatnya dari kebodohan dan keterbelakangan.

Tapi sebelumnya, 

beliau singgah terlebih dahulu di Johor Malaysia untuk mengajar di sana. 

Baru pada tahun 1899, 

Kiai Haji  Hasyim Asy’ari kembali ke tanah air. Dan tak lama berselang, 

dirinya mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.

beliau banyak mengeterapkan pendidikan pesantren model baru 

seperti memperkenalkan sistem pendidikan madrasah. 

Di tengah-tengah tradisi sorogan dan bandongan, 

Kiai Hasyim Asy’ari juga memasukkan kurikulum umum. 

Seperti pelajaran bahasa Indonesia, sejarah, matematika, geografi dan ilmu bumi. 

Disamping itu juga dikenalkan sistem musyawarah dan diskusi kelas, berorganisasi, serta berpidato.

Selain aktif mengembangkan pendidikan di pondok pesantren, 

Kiai Haji Hasyim Asy’ari juga aktif menggerakkan umat lewat organisasi kemasyarakatan. 

Berkat kegetolan berorganisasinya, 

dirinya pernah menjabat sebagai Rais Akbar pertama organisasi NU, 

sebagai Ketua Dewan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), 

dan juga sebagai Pimpinan Tertinggi Majelis Syura Muslim Indonesia (MASYUMI).

Lantaran makin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia,

beliau terpaksa melawannya dengan keras. 

Lalu Belanda pun membikin siasat, 

dengan mengirim seseorang yang disuruh membuat keonaran di pondok pesantren Tebuireng. 

Karena orang tersebut dihajar ramai-ramai oleh santri hingga tewas, 

maka Belanda pun menangkap Kiai Hasyim Asy’ari dengan tuduhan pembunuhan.

Dalam pemeriksaan, 

Kiai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda ini, 

sanggup menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis.

Akhirnya beliau pun dilepaskan dari jeratan hukum. 

Pihak Belanda pun marah, sehingga mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren Tebuireng. 

Hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, 

serta kitab-kitab kuning yang ada dihancurkan dan dibakar. 

Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940-an.

Pada bulan Maret 1942, 

Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang. 

Karena Kiai Hasyim Asy’ari menolak melakukan Seikerei (kewajiban membungkukkan badan ke arah Tokyo sebagai penghormatan ke Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari), dirinya dijebloskan Jepang ke dalam penjara.

Penahanannya dilakukan secara berpindah-pindah, 

mulai dari penjara Jombang, Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan Surabaya. 

Selama dalam tahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.

Setelah 4 bulan dipenjara, 

pada tanggal 18 Agustus 1942 beliau dibebaskan – lantaran banyak berdatangan protes dari para Kiai, santri dan masyarakat. 

Itu juga berkat lobi yang dilakukan putranya Wahid Hasyim dan Kiai Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) 

yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan sekutu yang dipimpin Inggris datang kembali ke Indonesia pada tanggal 22 Oktober 1945, 

Kiai Hasyim Asy’ari bersama para Ulama’ mengeluarkan fatwa yang kemudian dikenal dengan Fatwa Resolusi Jihad.

Fatwa tersebut berisi: 

“Bagi umat Islam yang telah dewasa berjuang melawan Belanda adalah fardhu ‘ain. Dan mati di medan perang dalam rangka memerangi musuh Islam adalah syahid dan masuk surga.”

Segera ribuan Kiai dan para santri bergerak ke Surabaya. 

Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung, 

dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris.

alfatihah . . . .... . .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN

MAKALAH QADHA' DAN QADAR

Kapal selam Nanggala-402