MAKALAH
FILSAFAT DAN IDIOLOGI PANCASILA
Disusun untuk memenuhi
mata kuliah PKN
Dosen Pembimbing :
Rahmad Moladi, S.Pd, MH
DISUSUN
OLEH :
SRI
WAHYUNI
STAI AL-BALAD
TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR
assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. alhamdulillahirabbilalamin. Segala
puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan NYA mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik. shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta yakni nabi muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang FILSAFAT DAN
IDIOLOGI PANCASILA, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Walaupun
makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas
bagi pembaca. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru bahasa
Indonesia yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara
kami menyusun karya tulis ilmiah.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Doplang, 02 September 2013
Penyusun
(Sri Wahyuni )
FILSAFAT PANCASILA
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah satu bidang ilmu
yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Dengan kata lain perkataan
selama manusia hidup, maka sebenarnya ia tidak dapat mengelak dari filsafat,
atau dalam kehidupan manusia senantiasa berfilsafat.
Secara etimologis istilah “filsafat”
bersala dari bahasa Yunani “philein”
yang artinya “cinta” dan “sophos”
yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat
mengandung makna cinta kebijaksanaan. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah
timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya dibawah naungan filsafat. Jadi
manusia dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap
paling benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan
pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang disebut
filsafat.
Keseluruhan arti filsafat yang
meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut :
Pertama :
Filsafat sebagai produk mencakup pengertian
- Pengertian filsafat
yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari
para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan tertentu, yang
merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai cirri-ciri tertentu.
- Filsafat sebagai suatu
jenis problema yang dihadapi manusia sebagai hasil dari aktivitas filsafat.
Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai
suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan
filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian
filsafat sebagai proses yang dinamis).
Kedua : Filsafat
sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filsafat yang diartikan sebagai
bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan
dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek
permasalahannya. Dalam perngertian ini filsafat merupakan suatu sistem
pengetahuan yang bersifat dinamis.
B.
PENGERTIAN
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
Pancasila yang terdiri atas lima
sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem
adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama
untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Suatu kesatuan
bagian-bagian.
- Bagian-bagian tersebut
mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
- Saling berhubungan,
saling ketergantungan.
- Kesemuanya dimaksudkan
untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
- Terjadi dlam suatu
lingkungan yang kompleks.
Pancasila yang terdiri
atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya
merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu
suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dasar filsafat
negara Pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal
(majemuk artinya jamak dan tunggal artinya satu).
Sila-sila Pancasila
yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan
bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian ini maka Pancasila pada
hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya
saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu stuktur yang menyeluruh.
Pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana
sistem filsafata lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme,
liberalism, sosialisme dan sebagainya.
Kenyataan Pancasila
yang demikian itu disebut kenyataan
objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas
dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan
objektif yang ada dan terlekat pada Pancasila, sehingga Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang
lainnya misalnya liberalisme, materialisme, komunisme dan aliran filsafat yang
lainnya.
C. KESATUAN
SILA-SILA PANCASILA
1.
Susunan
Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan
Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian
matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila
dari Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal
sifat-sifatnya (kualitas).
Dalam
susunan hierarkhis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi
basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.
Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang
membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan
dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingaa tiap-tiap sila di
dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
Secara
antologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkhis
dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut : bahwa hakikatnya adanya Tuhan
adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk
manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibatnya adanya
Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara,
karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan
hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka negara adalah
sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila 3). Sehingga terbentuklah
persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya
merupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai
totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan pada
hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain
perkataan keadilan social (Sila 5).
2.
Kesatuan
Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila
Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling
mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi.
Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila
dipersatukan dengan rumus hierarkhis tersebut diatas.
- Sila pertama :
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Sila kedua :
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Bertuhan Yang Maha
Esa, yang mempersatukan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia.
- Sila ketiga : persatuan
Indonesia adalah yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
- Sila keempat :
Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalm permusyawaratan/ perwakilan,
adalah kerakyatan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpesatuan Indonesia, yang berkeadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia.
- Sila kelima : keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang Berketuhanan Yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
(Notonagoro, 1975: 43;44)
D. KESATUAN
SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Kesatuan
sila-sila Pancasila pada hakikatnya hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Dijelaskan bahwa
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk
pyramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam
Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah
hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain
kesatuan sila-sila Pancasila itu hierarkhis dalam hal kuantitas juga dalam hal
isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta satuan dalam hal dasar ontologism,
dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila
(Notonagoro, 1984 : 61 dan 1975 : 52, 57)
1.
Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu
kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja
melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara
filosofis merupakan dasar ontologism sila-sila Pancasila. Dasar ontologism
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat
dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Jika dipahami dari segi
filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar negara, adapun pendukung pokok
negara adalah rakyat dan unsure rakyat adlah manusia itu sendiri, sehingga
tepatlah dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai
pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologisme memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani,
sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis
sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila
Pancasila lainnya (Notonagoro, 1975 : 53)
2.
Dasar
Epistemologis Pancasila
Dalam kehidupan
sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang
makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian ini telah
menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) yang
telah menyangkut praktis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia
atau kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berarti
filsafat menjelma menjadi ideologi (Abdulgani, 1998). Sebagai suatu ideologi
maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya
yaitu : 1) logos yaitu rasionalitas atau penalarannya, 2) pathos yaitu
penghayatannya, dan 3) ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996: 3). Sebagai
suatu sistem filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsure
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Ada tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemology yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia,
kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak
pengetahuan manusia (Titus, 1984 : 20).
Pancasila sebgai objek
pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan
susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila adalah
nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa
lain, bukannya hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau
beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa bangsa Indonesia
dalam mendirikan negara. Dengan kata lain bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai
kausa materialis Pancasila.
Sebagai sistem pengetahuan, nilai
yang terkandung dalam Pancasila menurut Notonegoro (Kaelan dan Ahmad Zubaidi,
2007) terdapat tiga sifat, yaitu:
- Umum universal, yaitu
hakekat nilai pancasila yang umum universal, merupakan inti sari dari esensi
Pancasila merupakan pangkal tolak pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan
tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praktis dan kongkrit.
- Sifat umum dan
kolektif, bahwa Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dalam tertib hukum
Indonesia.
- Sifat khusus dan
kongkrit, bahwa Pancasila dapat diwujudkan dalam realisasi praktis dalam
berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khusus, kongkrit, dan
dinamis.
Dilihat
dari dasar epistemologis, pengembangan Pancasila ke arah ilmu pengetahuan belum
memiliki metodologi secara spesifik, namun demikian memperhatikan sifat epistemologis
yang menyangkut sifat umum yang universal sampai pada sifat khusus dan
kongkrit, pengembangan empiris
pengalaman Pancasila dapat mengadopsi metodologi dalam berbagai penelitian yang
menyangkut keberadaan perilaku psikologi, sosiologi, politik, antropologi, atau
ilmu perilaku lainnya, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
3.
Dasar
Aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan
tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Misalnya kalangan materialis
memandang bahwa hakikat nilai tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai
macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut
pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi
nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan
bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendir memang bernilai,
hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Max
Scheler misalnya mengemukakan bahwa nilai pada hakikatnya berjenjang, jadi
tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Sejalan dengan pandangan
tersebtu, Notonagoro merinci nilai di samping bertingkat juga berdasarkan
jenisnya ada yang bersifat material dan nonmaterial. Selanjutnya menurut
Notonagoro bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi
nilai-nilai kerohanian, yang mengakui nilai-nilai material dan nilai vital.
Dengan demikian nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nila material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau
moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat
sistematik-hierarkhis, dimana sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya
(Darmodihardjo,1978).
a.
Teori
Nilai
Max Scheler mengemukakan bahwa
nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Kemudian nilai
dikelompokkan menjadi empat tingkatan yaitu nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai
kehidupan, nilai-nilai kejiwaan, dan nilai-nilai kerohanian. Sedangkan Walter
G.Everest menggolongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam delapan kelompok yaitu:
1)
Nilai-nilai ekonomis
2)
Nilai-nilai kejasmanian
3)
Nilai-nilai hiburan
4)
Nilai-nilai sosial
5)
Nilai-nilai watak
6)
Nilai-nilai estetis
7)
Nilai-nilai intelektual
8)
Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi
tiga yaitu:
- Nilai material, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau
aktivitas.
- Nilai vital, yitu segala
sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau
aktivitas.
- Nilai kerohanian, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi rohani.
b.
Nilai-Nilai
Pancasila sebagai Suatu Sistem
Isi arti sila-sila Pancasila pada
hakikatnya dapat dibedakan atas, hakikat Pancasila yang umum universal yang
merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman dan penyelengaraan
negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta aktualisasi
Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan.
Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan,
kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Prinsip dasar yang mengandung
kualitas tertentu itu merupakan cita-cita dan harapan atau hal yang ditujukan
oleh bangsa Indonesia untuk diwujudkan menjadi kenyataan real dalam kehidupan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
sila 1 sampai dengan sila 5 Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan
bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot yang berbeda,
namun nilai-nilai itu tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai-nilai itu
saling melengkapi.
Pengertian Pancasila itu merupakan
suatu sistem nilai dapt dilacak dari sila-sila Pancasila yang merupakan suatu
sistem. Dari uraian mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila
itu pula, tampak dengan jelas bahwa nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila
termasuk dalam tingkatan nilai yang tinggi, dengan urutan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa menduduki tingkatan dan bobot nilai tertinggi, karena secara jelas
mengandung nilai religius. Pada tingkatan di bawahnya adalah keempat nilai
manusiawi dasar.
Suatu hal yang diberikan penekanan
lebih dahulu yakni meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu
mempunyai tingkatan dan bobot nilai yang berbeda yang berarti ada ‘keharusan’
untuk menghormati nilai yang lebih tinggi, nilai-nilai yang berbeda tingkatan
dan bobot nilainya itu tidak saling berlawanan atau bertentangan melainkan
saling melengkapi.
E.
PANCASILA
SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat
negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan
suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oeh karena itu sebagai suatu dasar
filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat ,
hierarkis dan sistematis. Oleh karena merupakan suatu sistem filsafat maka
kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan
memiliki esensi makna yang utuh.Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara
Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek Kehidupan,
Kebangsaan, Kemasyarakatan, serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Pemikiran filsafat
kenegaraan bertolak dari suatu pandangan
bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan dalm hidup manusia (legal society) atau masyarakat hukum.
Dalam hubungannya dengan pengertian
nilai. maka, Pancasila tergolong nilai kerohanian, akan tetapi nilai kerohannian
yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital karena pada hakikatnya
menurut Pancasila bahwa negara adalah jasmani rohani.
Selain itu secara kualitas bahwa
nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan subjektif.
Nilai-nilai Pancasila bersifat
objektif dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Rumusan dari sila-sila
Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan
adanya sifat-sifat yang umumuniversal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
- Inti nilai-nilai Pancasila
akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga
pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam
kehidupan keagamaan.
-
Pancasila yang
terkandung dalam UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok
kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di
Indonesia. Oleh karena itu dalam hieraraki suatu tertib hukum Indonesia
berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak
dapat diubah secara hukum sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif
Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung
atau terletak pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan
sebagai berikut :
- Nilai-nilai Pancasila
timbul dari bangsa Indonesia sehingga Bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis
bangsa Indonesia.
-
Nilai-Nilai Pancasila
merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati
diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
-
Nilai-nilai Pancasila
di dalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai kebenaran,
keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius, yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa (lihat Darmodiharjo, 1996).
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat
Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental.
Pokok
Pikiran Pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini
merupakan penjabaran sila ke-tiga.
Pokok
Pikiran Kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok
Pikiran Ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat.
Berdasarkanatas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan
bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan
rakyat. Hal ini merupakan penjabaran sila keempat.
Pokok
Pikiran Keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung
artu bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam
pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Oleh karena itubagi bangsa Indonesia
dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri
dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini hendaklah didasarkan
pada moralitas yang tertuang dalam pokok pikiran keempat tersebut yaitu moral
Ketuhanan dann kemanusiaan agar kesengsaraan rakyat tidak semakin bertambah.
F.
PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
Istilah ideologi berasal dari kata
'idea' yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan 'logos'
yang berarti ilmu. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide,
pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan
negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu
hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang, namun
Pancasila diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga
bangsa ini merupakan kausa materialis (asal
bahan) Pancasila.
G.
MAKNA
NILA-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah
sebagai berikut :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
Sila Ketuhanan yang Maha Esa ini
nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini
terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyalenggaraan negara harus dijiwai
nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
Demikianlah kiranya nilai-nilai etis
yang terkandung dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa yang dengan sendirinya sila
pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang Maha
Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Nilai kemanusiaan
pada sila ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia
adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk
sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung
nilai-nilai bahwa negara menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hakkodrat manusia sebagai
hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berbudaya bermoral dan beragama untuk saling menghargai sekalipun
terdapat suatu perbedaan karena hal itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia
untuk saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan bersama.
Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat
manusia harus adil dengan hubungan diri sendiri, adil terhadap manusia lain,
adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta
adil terhadap Tuhan yang Maha Esa. Demikianlah kemudian berikutnya nilai-nilai
tersebut harus dijabarkan dalam segala aspek kehidupan negara termasuk juga
dalam berbagai kebijakan negara sebagai realisasi pembangunan nasional.
3.
Persatuan
Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila
Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena
seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan
Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan
Kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai sila Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ perwakilan dan
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia
terkandung nilai bahwa negar adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah
merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk
Negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
Konsekuensinya Negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam
suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Eka
Nilai
persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme religious. Yaitu nasionalisme yang bermoral
Ketuhanan yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistic yang menjunjung tinggi
harkat dan mertabat manusia sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai
nasionalisme ini harus tercermin dalam segala aspek penyelenggaraan Negara
termasuk daam era reformasi dewasa ini. Proses reformasi tanpa mendasarkan pada
moral Ketuhanan, Kemanusiaan,dan memegang teguh persatuan dan kesatuan, maka
bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia seperti
halnya telah terbukti pada bangsa lain misalnya Yugoslavia, Srilangka dan lain
sebagainya.
4. Kerakyatan
yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalm Permusyawaratan/ Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta nenjiwai sila
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Nilai filosofis yang terkandung di
dalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia sebagai makhluk sosial. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok
Negara. Negara adalah dari oleh dan untuk rakya, oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung
nilai demokrasi yang secara mutlakharus dilaksanakan dalam hidup negara.
5.
Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila
keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila
ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakila. Dalan sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai
yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama.
Konsekuensinya nilai-nila keadilan
yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah meliputi (1) keadilan distributif, yaitu suatu
hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah
yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk
kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang
didasarkan atas hak dan kewajiban. (2) keadilan
legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara
terhadap negara dan dalam masah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalm negara.
(3) keadilan komulatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan
lainnya secara timbal balik.
H. Pancasila
sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Setiap bangsa di dunia senantiasa
memiliki suatu cita-cita serta pandangan hidup yang merupakan suatu basis nilai
dalm setiap pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa tersebut. Ernest Renan
dan Hans Khons menyatakan sebagai suatu proses terbentuknya suatu bangsa,
sehingga unsure kesatuan atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh
sejarah terbentuknya bangsa tersebut. Meskipun bangsa Indonesia terbentuk
melalui suatu proses penjajaahan babgsa asing, namun tatkal akan mendirikan
suatu negara telah memiliki suatu landasan filosofis yang merupakan suatu
esensi kultural religius dari bangsa Indonesia sendiri yaitu berketuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, berkarakyatan dan berkeadilan. Tekat untuk
menentukan bahwa filsafat Pancasila sebagai filosofis dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara ini telah mendapat legitimasi yuridistatkala ‘the founding
fathers’ kita mengasahkan dalam konstitusUUD1945 18-8-1945.
Konsekoesinya selama bangsa di atas
dasar filosofis nilai-nilai Pancasila, seharusnya segala kebijakan dalam negara
terutama dalam melakukan suatu pembaharuan-pembaharuan dalam proses reformasi
dewasa ini nilai-nilai Pancasila merupakan suatu pangkal tolak derivasi baik
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum serta kebijakan hubungan
internasional dawasa ini. Hal inilah dalam wacana ilmiah dawasa ini
diistilahkan bahwa pancasila sebagai
paradigm dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Istilah ‘paradigma’ pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan,
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Inti sari pengertian
‘paradigma’ adalahsuatu asumsi-asumsi
dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai. ‘Paradigma’ berkembang menjadi suatu
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerngka piker, orientasi dasar, sumner asas arah dan
tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
Secara filosofis kedudukan Pancasila
sebagai paradigm kehidupan kenegaraan dan kebangsaan mengandung suatu
kosenkuansi bahwa dalam segala aspek kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Secara ontologis
manusia adalah sebagai pendukung pokok negara dan manusia mekimiki unsur
fundamental “monopluralis” yang unsur-usurnya meliputi susunan kodrat
jasmani-rokhani, sifat kodrat individu makhluk sosial dan kedudukan kodrat makhluk
pribadi-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Kenyataan objektif nilai-nilai
filosofis Pancasila sebagai paradigma kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
sebenarnya bukanlah hanya pada tingkatan legitimas yuridis dan politis saja
melainkan pada tingkat sosio-kultural-religius. Dalam upaya untuk
merealisasikan cita-citanya dalam negara, bangsa Indonesia tidak dapat
dipisahkan secara kodrat dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Filsafat Pancasila sebagai dasar
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan adalah merupakan Identitas Nasional
Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah bangsa
Indonesiasendiri. Konseunsinya cirri khas sifat, serta karekter bangsa
Indonesia tercermin dalam suatu system nilai filsafat Pancasila.
Selain itu filsafat Pancasila
merupakan dasar dari Negara dan Konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara)
Indonesia. Dengan katra lain Pancasila merupakan sumber hukum dasar Indonesia,sehingsa seluruh peraturan hukum
positif Indonesia diderivikasi atau dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
Sebagai suatu negara demokrasi
kehidupan kenegaraan Indonesia mendasarkan pada rule of law. Karena Negara
didasarkan pada sistem konstitusionalisme. Oleh
karena itu dalam hubungannya dengan pelaksanaan demokrasi baik secara
normatif maupun secara praktis, harus mendasarkan pada kondisi objektif bangsa
yang memiliki pandangan hidup filsafat Pancasila. Filsafat Pancasila
mendasarkan ocre philosophynya, bahwa manusia adalah makhluk indicidu dan
makhluk sosial, dan manusia adalah juga sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu pelaksanaan demokrasi di Indonesia harus berlandaskan filsafat
Pancasila, dalam arti demokrasi tidak bersifat individulistik, tidak bersifat
sekuler karena demokrasi di Indonesia harus ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kedua Pancasila adalah
‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’, yang secara filosofis menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan
negara perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, menjadi suatu keharusan.
Pancasila juga merupakan dasar dan basis geopolitik dan geostrategi Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari konsep geopolitik Indonesia, maka Pancasila merupakan
dasar filosofi geostrategi Indonesia. Hal ini berdasarkan analisis sistematis
bahwa Pancasila merupakan core philosophy
dari pembukaan UUD 1945, yang menurut ilmu hukum berkedudukan sebagai staatafundamentalnorm. Geostrategi
diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional dengan
memenfaatkan geopolitik Indonesia. Dengan Pancasila sebagai dasarnya, maka
pembangunan Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, H dan
Zubaidi, Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma
Akhyar, Zainul
dan Bejo. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Banjarmasin: Laboratorium PKn
Komentar
Posting Komentar