KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha
bijaksana yang telah member petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan
hanya kepada-Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad
SAW yang membimbing umat nya degan suri tauladan-Nya yang baik .
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah
ini . makanlah ini merupakan pengetahuan tentang KASUS HAM MARSINAH , semua ini
di rangkup dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah
di pahami dan lebih singkat dan akurat
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang
merupakan apersepsi atas materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut
.Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti pembahasaan dan di akhiri dengan
kesimpulan, saran dan makalah ini. Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai
permasalahan tentang KASUS HAM MARSINAH Akhirnya, kami penyusun mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih belum semmpurna untuk menjadi lebuh sempurna lagi saya
membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya kepada saya
demi memperbaiki kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaaat
bagi Adik – adik Kelas di SMK NEGERI 1 JATI.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak
manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di di dalamnya
tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan
HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran
HAM seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun
sebaliknya.
Setelah
reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi
seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang
komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini,
pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami
menyusun makalah yang berjudul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di
Indonesia”,untuk memberikan informasi tentang apa itu pelanggaran HAM.
1.2. TUJUAN
PERMASALAHAN
Tujuan
dari mengangkat materi ini tentang penegakkan hak asasi manusia di Indonesia
yaitu:
1.
Untuk
mengetahui Kasus HAM Marsinah
2.
Untuk
mengetahui sejauh mana HAM di Indonesia itu ditegakkan.
1.3. IDENTIFIKASI
MASALAH
Sesuai
dengan judul makalah ini “Pelanggaran Hak Asasi Manusia” , maka masalah yang
dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2. Pengertian
Kasus HAM Marsinah ?
4. Pasal – Pasal tentang Pelanggaran Ham ?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam Penyelesiannya
HAM?
BAB I
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ham
Hak asasi
manusia, setiap manusia lahir pasti memiliki hak ini, hak yang dimiliki sejak
lahir hak manusia untuk berpendapat dan melakukan yang mereka mau atau dengan
kata lain hak kebebasan manusia. Tetapi ada beberapa kasus orang mengunci mati
hak seseorang, salah satunya adalah kasus yang saya angkat menjadi studi kasus
saya yaitu kasus “Marsinah”
2.3 Marsinah Pahlawan Kaum Buruh "
Pada pertengahan
April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja
Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur
Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk
menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut,
Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk
membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Tanggal 4 Mei 1993
pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12
tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka
bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang
menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para
satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk
para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Aparat dari koramil dan
kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung.
Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS.
Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana
dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan.
Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan.
Namun, pertentangan
antara kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5
Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Para buruh terpaksa menerima PHK
karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian
menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama.
Marsinah bahkan sempat
mendatangi Kodim
Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya
dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Marsinah marah saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya.
Selanjutnya, Marsinah mengancam pihak tentara bahwa Ia akan melaporkan
perbuatan sewenang-wenang terhadap para buruh tersebut kepada Pamannya yang
berprofesi sebagai Jaksa di Surabaya dengan membawa surat panggilan kodim milik
salah seorang kawannya. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui
oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 1993.
Mayat Marsinah ditemukan di gubuk
petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan
tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka memar
bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecet-lecet, tulang panggul
hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada sela-sela paha terdapat
bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul dan pada
bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.
2.3 Dasar Hukum / Pasal
pada Undang Undang
A. Pasal 1 butir ke-1 UU No.
39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Pasal 1 butir ke-6 UU No.
39 tahun 1999
Pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
C. Pasal 9
butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Setiap orang berhak
untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2.4 Upaya Tindak Lanjut Penuntasan Kasus Marsinah
Setelah melalui proses kasasi di MA yang menghasilkan keputusan bebas murni terhadap
para terdakwa dalam Kasus Marsinah tersebut diatas, tidak serta merta
menghentikan tuntutan masyarakat luas bahkan internasional melalui ILO, yang
senantiasa menuntut pemerintah RI untuk tetap berupaya mengusut tuntas Kasus
Marsinah yang dalam catatan ILO dikenal dengan sebutan kasus 1713.
Komitmen
pemerintah RI dalam mengusut tuntas kasus tersebut pada awalnya diperlihatkan
pada saat pemerintahan era Presiden Abdurrahman Wahid yang memberikan perintah
kepada Kapolri agar melakukan penyelidikan dan penyidikan lanjutan guna
mengungkap Kasus Marsinah. Begitu juga pada saat pemerintahan era Presiden
Megawati Soekarno Putri yang juga memiliki komitmen yang sama untuk tetap
berupaya menuntaskan Kasus Marsinah. Namun, sampai dengan saat ini, Kasus
Marsinah belum terungkap.
2.5 Proses Penyelidikan dan Penyidikan
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai
penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit
Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den
Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS (Yudi Susanto, 45 tahun, pemilik pabrik PT CPS Rungkut
dan Porong; Yudi Astono, 33 tahun, pemimpin pabrik PT CPS Porong; Suwono, 48
tahun, kepala satpam pabrik PT CPS Porong; Suprapto, 22 tahun, satpam pabrik PT
CPS Porong; Bambang Wuryantoyo, 37 tahun, karyawan PT CPS Porong; Widayat, 43
tahun, karyawan dan sopir di PT CPS Porong; Achmad Sutiono Prayogi, 57 tahun,
satpam pabrik PT CPS Porong; Karyono Wongso alias Ayip, 37 tahun, kepala bagian
produksi PT CPS Porong) ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi,
termasuk Mutiari, 26 tahun, selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya
perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama
diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V
Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat
skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan
Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi
Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim
untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga
terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga
terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Pasal yang dipersangkakan
Penyidik Polda Jatim terhadap para tersangka dalam Kasus Marsinah tersebut
antara lain Pasal 340 KUHP, 255 KUHP, 333 KUHP, hingga 165 KUHP jo Pasal 56
KUHP.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol
CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa
ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di
Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam
CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah
stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik
banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses
selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan
para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni) Jaksa / Penuntut Umum. Putusan
Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah
pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang definisi HAM pada
pasal 1 butir ke-1 jo pasal 9 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999, dikaitkan dengan
dengan adanya fakta kejadian tersebut diatas, serta didukung oleh pernyataan
Komnas HAM dalam laporan tahunannya pada tahun 2007, maka pembunuhan terhadap
Marsinah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, namun bukan termasuk dalam kategori
pelanggaran HAM berat (vide pasal 7 UU No. 26 tahun 2000), sebagaimana
halnya dalam kasus pembunuhan aktifis HAM lainnya yaitu antara lain Munir yang
dalam nampak dalam proses hukumnya dengan diterapkannya pasal-pasal dalam KUHP
tentang pembunuhan, bukan pasal-pasal dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM.
3.2 SARAN
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita
harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain
izin sedot, mks kaka. berkat postingannya tugas adek saya selesai
BalasHapus